Cerita SPMB 2006

Tahun ini adalah tahun pertama saya resmi menjadi dosen di alamamater tercinta, Universitas Hasanuddin. So these days, I drive and walk to the school I was attending for four years. Makes me feel so happy, happier than I thought I would be. :)

Anyway.

Karena tahun ini ada keluarga yang lagi sibuk berjuang untuk masuk ptn, saya jadi teringat sama masa-masa perjuangan PMB dulu juga wwkwkwk.
Nostalgia ah.
Saya masuk kelas 3 SMA tahun 2005. Di saat itu, saya tergabung dalam "Genk Mati Lampu". Isinya sepupu-sepupu yang sudah kuliah, baru mau kuliah. Bogi, Dala, Wiwi, Franklin, dan saya. We called ourselves genk mati lampu karna zaman itu makassar seriiiing sekali mati lampu. Kalo sudah mati lampu mi, sibuk saling sms minta dijemput karna panas di rumah mau cari ac ato jalan2 ahahahahaha. Lanjut. Tahun 2005 itu, Dala, Bogie, dan Franklin sudah kuliah. Saya dan Wiwi bersiap untuk SPMB (sistem penerimaan mahasiswa baru) untuk 2006. Maka kaka Bogi, the most burenk of us all, memberikan kiat untuk persiapan SPMB:
1. Kerja 30 soal SETIAP HARI
2. Pulang bimbel, tidur. Bangun subuh untuk belajar
3. Harus ujian dari lokasi yang lebih tinggi standarnya. Misalnya. Kalo mau tembak UI, harus ujian dari Jakarta. Kalo mau tembak Unhas, ujian sebaiknya dari Jawa karena passing grade di makassar lebih rendah.
Dan saya pake jurus-jurus tersebut. Setiap hari sekolah dari jam 7-3 sore. Jam 4 bimbel di Ganesha Operation (GO). Di GO banyak sekelas sama anak2 jubel. Ikut try out. Bikin strategi sama Bogi. Karna saya nda tertarik kuliah kedokteran dan semacamnya, ga usah ambil IPC (ilmu pengetahuan campuran). Dulu kan formulir ada 3 jenis: IPA, IPS, IPC. Pulang bimbel makan, tidur. Bangun jam 4 atau 5, belajar/ kerja soal. Mostly seperti itu. Selama kelas 3 saya juga mulai punya satu "kitab sakti". Berisi semua rangkuman rumus dan garis besar pelajaran penting yang mungkin akan keluar di UAN dan SPMB.

Di tahun 2006, Unhas sudah mempunyai jalur masuk JNS (jalur non-subsidi). Dimana tes dilakukan sebelum SPMB. Jumlah uang kuliah per semester sama dengan reguler, bedanya di jumlah uang masuk. Waktu itu, mahasiswa JNS Fekon harus bayar 20juta untuk uang pangkal. Per semester 600rb kapang. Jadilah saya, Kiki, dan Fari tes JNS. Saya masuk di manajemen (kaka Io, wkt itu masih kuliah, yang pergi lihatkan pengumuman. Dia telpon, kasi kabar "namamu urutan nomer satu, Ella!"). Kiki masuk di akuntansi. Fari masuk di Komunikasi. Happy days, happy people. Tapi entah karena apa, saya tetap ikut SPMB di Jakarta. Kalau tidak salah karena mau uji kemampuan saja. Saya pergi ambil formulir di daerah Rawamangun sama tante Telly. Pulang ke bekasi, saya isi formulir. Saya ingat bertanya sama kaka Mita, berapa ya penghasilan orangtua? pekerjaan tulis dokter atau dosen atau apa? Waktu itu kaka Mita bilang, kasi tinggi-tinggi penghasilannya biar diterima ko hahahaha. eh tapi bener loh. Waktu tes SPMB, saya cuma pilih 1 jurusan: Manajemen UI. Tidak ambil IPC, lgs IPS saja. Tiap try out, cuma kerja bagian sejarah sedikit. Cuma jawab yang saya tau. Soalnya dulu itu, ga tau ya kalo skarang, sistem skoringnya: betul +4, salah -1, tidak jawab 0. Jadi mending jangan jawab klo nda tau samsek. Datanglah hari tes. Lokasi tes saya di FH UI. Kampusnya keren, rindang. Duduklah saya di ruangan itu bersama puluhan peserta lainnya. Kerja tes dengan santai tanpa beban, karena ini cuma uji kemampuan. Posisi sudah aman di Unhas.

Hasilnya?
Lulus! Manajemen UI! I was so happy and so surprised at the same time.

Waktu itu, teman saya Era bantu cek juga di website. Dan dia kabari kalau saya lulus di UI.
Tapiiii, saya tidak daftar ulang di UI. Karena sejak awal sudah komitmen sama papa. "Ko kuliah di Unhas. Papa bayarkan JNS. Papa belikan mobil. Ko boleh S2 di negara manapun yang ko mau. Tapi ko kuliah di Unhas."
And that's what I did. Kuliah di Unhas. My father didn't want his daughter to study far away yet. My sister also studied in Makassar, afterwards she went to Netherland for masters degree. But my mom was devastated. My family was devastated.So was I, especially after seeing the huge difference between the facilities in UI and Unhas.  But my father's was unmoved. However, in the end I got my redemption in PSM Unhas. And afterwards my father fulfil his promise, he gave me Honda Jazz and MBS. So all is well.

My father said, "Mutiara itu biar ditaro di kandang babi tetap akan bersinar". Bersinar sih bersinar, tapi bau kandang babi ahahahahaha. The irony is, 2006 I was devastated because I was forced to study in Unhas. But here I am, 13 years later, feeling over the moon because I finally got accepted as a lecturer in Unhas. God's plan is a mystery, indeed.

And that is the SPMB episode of my life.

Toodles!

Comments

Popular posts from this blog

Loud Pictures

Mama Papaku kena Covid - PROLOG

Cooking During Pandemic